Manusia
memiliki berbagai macam sifat yang tentunya tidak berwujud dan kompleks untuk
dapat mempersepsikan, memahami, serta menilai dunianya sendiri. Setiap individu
memiliki persepsi terhadap dirinya sendiri berupa suatu konsep diri yang menggambarkan
kondisi kejiwaan seseorang. Orang yang memiliki konsep diri yang positif
memiliki ketahanan terhadap penyakit kejiwaan serta mampu berkembang dalam
hubungan interpersonal (Kozier dan Erb,
2012). Konsep diri berperan penting untuk memahami perilaku orang lain, karena manusia
bersifat unik. Tidak ada manusia yang memiliki konsep diri yang sama. Hal
tersebut muncul dari pengalaman pribadi, berhubungan dengan orang lain, dan
interaksi dengan dunia luar (Stuart, 2001).
Menurut Kozier dan Erb (2012), manusia yang dilahirkan
tidak memiliki konsep diri, namun akan ada perkembangan diri menjadi dewasa
terjadi secara bertahap sejak lahir hingga seseorang menyadari bahwa dirinya
berbeda dengan orang lain yang akan terjadi pembatasan-pembatasan dalam proses
perkembangan diri yang disebabkan pengalaman dari kegiatan atau aktivitas yang
dilakukannya. Kelanjutan dari perkembangan konsep diri menurut Stuart (2001), didukung
oleh faktor berikut, antara lain:
1. Pengalaman
secara kultural dan interpersonal yang membangun rasa nyaman dan menyenangkan.
2. Memiliki anggapan
bahwa kemampuannya dihargai oleh dirinya sendiri maupun lingkungan sosial.
3.
Aktualisasi diri
atau implementasi dan realisasi dari potensi diri.
Menurut Kozier
dan Erb (2012),
konsep diri bersifat mudah berubah, hal tersebut didasarkan pada faktor
berikut:
1.
Adanya keinginan
untuk melakukan sesuatu.
2.
Seseorang
menerima kondisi atau keadaan tubuhnya.
3.
Kelanjutan
persepsi pemikiran atau perasaan seseorang.
4.
Hubungan
personal dan profesional.
5.
Identitas
pekerjaan dan tingkat pendidikan seseorang.
6.
Harapan diri
yang memengaruhi karakteristik personal.
7.
Dampak dari persepsi
pengalaman pribadi seseorang.
8.
Adaptasi
terhadap pengalaman baru.
9.
Etnik, ras, dan
identitas spiritual.
Perkembangan
konsep diri memiliki teori yang berguna dalam memahami tugas utama yang
dihadapi individu dalam tahap perkembangannya berdasarkan usia atau umur, salah
satu contohnya adalah teori Erikson (1963).
Tahap-tahap perkembangan yang ada
dalam
teori tersebut menjadi indikator keberhasilan membentuk konsep diri (Potter dan
Perry, 2009). Perkembangan konsep diri
seseorang menurut Kozier dan Erb (2012) terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Bayi belajar bahwa fisiknya berbeda dengan
lingkungannya.
2. Anak-anak mengenal sikap orang lain
3. Anak-anak dan orang dewasa saling mengenal dalam
lingkungan sosial.
Menurut Kozier dan Erb (2012), ada beberapa ahli yang berpendapat serta membahas
tentang perkembangan konsep diri, diantaranya yaitu Erikson (1963) yang
membahas tentang tingkatan perkembangan, Piaget yang membahas tentang tingkatan
perkembangan kognitif, dan Havighurst yang membahas tentang perkembangan tugas.
Freud (1856-1939)
mengenalkan konsep tentang perkembangan yang masih dipergunakan hingga sekarang.
Menurut Kozier dan Erb (2012), Freud menyatakan bahwa pemikiran alam bawah
sadar merupakan bagian dari kejiwaan dalam kehidupan seseorang yang terkadang
tidak kita sadari. Freud mengelompokkan perkembangan tersebut berdasarkan
tahapan usia seseorang, sejak masa neonatal hingga lansia. Berikut ini adalah
tabel, untuk menjelaskan pendapat Freud (adaptasi dari Kozier dan Erb, 2012)
Tingkatan
|
Usia
|
Karakteristik
|
Neonatal
|
0-28 hari
|
Perkembangan
|
Bayi
|
1 bulan-1 tahun
|
Pertumbuhan fisik cepat.
|
Anak-anak
|
1-3 tahun
|
Peningkatan kemampuan
psikososial.
|
Pra-sekolah
|
3-6 tahun
|
Mendapatkan pengalaman baru dan
mendapat peran sosial selama bermain.
|
Masa sekolah
|
6-12 tahun
|
Perkembangan sosial dan kemampuan
komunikasi meningkat.
|
Remaja
|
12-20 tahun
|
Konsep diri berubah dengan
perkembangan biologis, serta mulai menghadapi konflik.
|
Dewasa muda
|
20-40 tahun
|
Menjalani hubungan dengan orang
lain serta membuat komitmen pada sesuatu.
|
Dewasa menengah
|
40-65 tahun
|
Gaya hidup yang berubah.
|
Lansia muda
|
65-74 tahun
|
Beradaptasi dengan kemampuan
fisik yang mulai menurun.
|
Lansia menengah
|
75-84 tahun
|
Keterbatasan kemampuan seperti
mobilisasi.
|
Lansia
|
85 tahun keatas
|
Peningkatan masalah terhadap
kemampuan fisik.
|
Teori
Freud ini menyatakan bahwa setiap individu harus memahami kebutuhan dari tiap
tahapan, agar dapat berhasil melalui satu tahapan untuk selanjutnya pindah ke
tahapan berikutnya. Jika seseorang tidak mampu melalui satu tahapan, maka kepribadian
seseorang harus diperbaiki pada tahap tersebut, yang dapat terjadi karena
ketakutan atau trauma terhadap apa yang dialaminya pada tahap tersebut (Kozier
dan Erb, 2012).
Setelah
mengetahui tahap-tahap perkembangan berdasarkan usia klien, perawat berperan
untuk megenali kegagalan dengan capat dalam mencapai tahapan perkembangan berdasarkan
umur individu atau klien tersebut. Gunanya adalah perawat mampu memberikan
pelayanan yang terbaik kepada klien agar dilakukan intervensi keperawatan yang
tepat. Oleh karena itu, sebagai perawat harus mampu mengerti konsep
diri dari klien, dengan cara mendengarkan klien dengan baik serta membantu
klien untuk berbagi persepsinya terhadap masalah tersebut agar klien dapat memecahkan
masalahnya dengan baik. Sebab sangat tidak mungkin untuk memahami orang lain
seutuhnya tanpa memahami sifat serta perilakunya terlebih dahulu.
Daftar
Pustaka:
Kozier,
Barbara et al. (2012). Fundamentals of nursing: concepts, process, and
practice. (9ed). New Jersey, USA: Pearson Education, Inc.
Potter,
P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of nursing: concepts, process,
and practice. (7ed). St. Louis, MI: Elsevier Mosby.
Stuart, G. W. & Laraia,
M. T. (2001). Principles and practice of
psychiatric nursing. (7ed). St. Louis: Mosby, Inc.
No comments:
Post a Comment